Sebelumnya perkenalkan nama saya. Nama saya Wawan (Samaran), saya
sekarang berprofesi sebagai seorang konsultan di Kota S. Bagi para
pembaca yang memerlukan jasa konsultasi penulisan ilmiah
(skripsi/thesis) bisa kontak e-mail saya, pasti akan saya bantu sampai
selesai. Okay.. saya akan memulai menceritakan pengalaman saya waktu
masih kuliah dahulu.
Hari itu adalah malam Jum’at Pon.. kira-kira 7 tahun yang lalu. Hari
itulah awal yang merubah kehidupanku, dari seorang mahasiswa yang
lurus-lurus saja.. pokoknya serba lurus deh! Apalagi kalau si kecil lagi
tegang.. wah lurus sekali! Ha..ha..ha..
Waktu itu aku masih kuliah di satu-satunya PTN yang ada di kota S.
Sebagai seorang anak rantau aku kost di belakang kampus yang cukup jauh
dari keramaian. Pertimbanganku untuk memilih kost di tempat itu adalah
di samping harganya murah, aku juga berharap dapat menghindari godaan
keramaian yang ditawarkan kota S itu. Maklum misiku ke kota S ini adalah
untuk menimba ilmu demi masa depan. Berkali-kali orang tuaku menyuruhku
agar hidup prihatin.. karena mereka pun harus hidup prihatin demi
menyekolahkanku.
Dengan memilih tempat itu rasanya aku sudah berusaha memenuhi permintaan
orang tuaku, yaitu agar hidup prihatin. Namun ternyata nasib membawaku
lain dan melenceng dari misi semula ini.
Sudah dua tahun aku kost di daerah itu, sehingga aku sudah kenal baik
dengan semua masyarakat penghuni kampung itu. Aku sudah dianggap sebagai
warga karena kesupelanku dalam bergaul. Nah dari kesupelanku itulah aku
sudah terbiasa bercanda dengan setiap penduduk dari anak kecil hingga
nenek-nenek.
Suatu hari pada saat liburan semester, aku tinggal di tempat kost
sendiri karena memang aku tidak pulang maklum aku aktif di kegiatan
kampus. Waktu itu sedang musim kemarau sehingga banyak sumur penduduk
yang kering, hanya sumur di tempat kost ku itulah yang masih cukup
banyak airnya sehingga banyak tetangga yang ikut minta air dan bahkan
ikut mandi di kost-ku. Dan diantara mereka ada satu tetanggaku yang
waktu itu umurnya mungkin hanya terpaut 7 atau 8 tahun di atasku,
namanya Mbak Narsih (samaran). Perawakannya sedang tidak begitu tinggi
(tingginya sekitar 158 - 160 Cm), tetapi bodynya tidak kalah dengan
pesenam aerobik deh. Kulitnya sawo matang khas wanita Jawa dan wajahnya
manis sekali, terutama pada saat tersenyum.. aduh makk!
Dia sudah punya suami dan dua orang anak yang masih kecil yang pada saat
itu umurnya baru 4 dan 2 tahunan. Dia berjualan barang-barang kelontong
di dekat kost-ku. Nah suatu hari.. seperti biasa pagi pagi sekali Mbak
Narsih ketok-ketok pintu tempat kost ku..biasa mau ikutan ambil air dan
sekaligus mandi.
“Dik.. Dik.. cepet tolong bukain pintunya!” dia berteriak agak tak sabaran.
“Iya bentar Mbak..” jawabku sambil setengah mengantuk.
“Kok lama banget to Dik..” suaranya terdengar tak sabar.
“Ada apa sih Mbak kok nggak sabar sekali?” tanyaku saat kubuka pintu untuknya.
Wajahnya nampak meringis menahan sesuatu. Rupanya dia sudah mulas dan hendak buang hajat dari tadi.
“Anu Dik.. aku sakit perut nih” Katanya agak malu.
Begitu pintu terbuka ia langsung lari terbirit-birit masuk KM dan
membanting pintu. Rupanya sang beban sudah hampir keluar.. pikirku.
“Sorry ya Dik.. tadi Mbak nggedor-nggedor”, katanya.
“Habis perut Mbak udah mulas dan di rumah nggak ada air.. itu lho
bapaknya anak-anak semalam enggak pulang jadi Mbak belum sempat ngisi
air di rumah.. maafin Mbak ya”.
“Ah enggak apa-apa kok Mbak, saya malah harus berterima kasih udah dibangunin sama Mbak.”
Sejak itu hubunganku dengan Mbak Narsih jadi tambah akrab. Hingga pada
suatu siang, aku ingat hari Kamis, Mbak Narsih datang ke tempat kostku.
Siang itu ia kelihatan manis sekali dengan memakai baju kaos lengan
panjang warna krem ketat yang mencetak tubuhnya.
“Eh Dik Wawan.. hari ini ada acara enggak?” tanyanya begitu kutemui di teras depan.
“Mm.. kayaknya enggak Mbak.. memang ada apa Mbak?” tanyaku agak penasaran.
“Anu Dik.. kalau tidak keberatan nanti adik Mbak ajak pergi ke Gml mencari bapaknya anak-anak, Dik Wawan enggak keberatan kan?”
“Lho memangnya Mas Gun disana di rumah siapa Mbak?” tanyaku semakin penasaran.
“Anu Dik.. katanya orang-orang Mas Gun sudah punya istri simpanan di
sana.. jadi Mbak mau melabrak.. tapi Mbak nggak berani sendirian.. jadi
Mbak minta tolong Dik Wawan nganter Mbak ke sana”.
“Baiklah Mbak.. tapi saya enggak mau ikut campur dengan urusan Mbak lho” kataku menyanggupi permintaannya.
Sorenya kami berdua dengan sepeda motor milik Mbak Narsih berboncengan
kearah Gml, + 27 KM sebelah utara kota S arah ke Pwd. Mbak Narsih
membawa sebuah tas yang cukup besar. Aku jadi curiga, tetapi tetap diam
saja.. pokoknya wait and see lah prinsipku. Kami tak banyak bicara saat
dalam perjalanan. Hingga setelah sampai ke Gml aku baru bertanya letak
rumahnya.
“Oh.. itu.. itu masih terus ke utara Dik..” jawabnya agak tergagap.
Kecurigaanku makin mendalam tetapi tetap diam saja sambil kuikuti permainannya.
“I’ll follow the game” begitu pikirku, toh tidak ada ruginya dengan wanita yang cukup menarik ini.
Kami terus ke utara hingga sampai ke tempat dimana terdapat gerbang bertuliskan “Obyek Wisata Gn Kmks”.
“Lho kok ke sini to Mbak.. apa enggak kebablasan?” Tanyaku agak bingung.
“Anu.. anu sebenarnya Mbak enggak mencari Mas Gun kok Dik.. tapi Mbak
mau ziarah ke sini..” Jawabnya agak khawatir kalau aku marah.
Aku kasihan juga melihatnya saat itu yang begitu ketakutan. Aku Cuma
menghela napas.. tapi tidak ada ruginya kok bagiku. Toh Mbak Narsih
orangnya cukup manis dan menarik jadi berlama-lama berdekatan dengannya
juga tidak rugi pikirku menghibur diri.
Sigkat cerita aku dan Mbak Narsih mengikuti ritual yang harus dilakukan
di sana. Ternyata bukan hanya kami berdua yang ada di sana. Ratusan
bahkan mungkin ribuan orang datang ke sana sore itu. Semuanya mempunyai
tujuan yang sama “Berziarah” (atau berzinah barangkali lebih tepatnya).
Soalnya yang aku dengar kalau berziarah ke sana untuk mencari berkah
harus berpasangan yang bukan suami-istri dan harus “Tidur” bersama di
sekitar cungkup (makam) yang ada di sana. (Mungkin ini ritual mencari
kekayaan yang paling nikmat di dunia.. he.. he.. he)!
Setelah mengikuti berbagai ritual dan prosesi, selesailah sudah acara
mohon berkah. Sekarang tinggal ‘finishing’-nya, yaitu tidur bersama! Aku
sendiri menjadi panas dingin membayangkan aku harus tidur dengan
seorang wanita! Gila.. ini benar-benar pengalaman pertama bagiku. Seumur
umur belum pernah berdekatan dengan wanita.. apalagi harus tidur
bersama! Dan katanya harus 7 kali malam Jum’at berturut-turut pula!
Gila! Benar-benar tur gila.. asyiik!
“Eh Dik Wawan sudah punya pacar belum?” tanya Mbak Narsih memecah kesunyian.
“Eh.. mm. anu.. bbel.. belum Mbak” jawabku agak tergagap soalnya lagi ngelamun yang lain lagian pikiranku sedang bingung.
Mbak Narsih mungkin tahu apa yang kurasakan jadi dia Cuma diam saja dan
menggandengku mencari tempat untuk menggelar tikar (Rupanya Mbak Narsih
sudah mempersiapkan segalanya dari rumahnya.. sontoloyo makiku dalam
hati, tapi aku juga senang juga membayangkan mau tidur dengan wanita
semanis Mbak Narsih ini).
Rupanya mencari tempat yang “Sesuai” (dalam artian sepi dan aduhai) di
sekitar cungkup pada malam itu susah juga. Aku yang baru kali itu
mengunjungi Gn Kmks takjub sekali dengan pemandangan yang kulihat
disana. Bukan keindahan alamnya yang kukagumi, tetapi begitu banyaknya
pasangan yang memenuhi lokasi sekitar cungkup bak ikan bandeng
dijajar-jajar. Gilanya semua mungkin bukan pasangan suami-istri yang sah
(Kalau boleh kukatakan ini namanya “Perzinahan masal” bukannya
“Perziarahan masal”). Cukup lama kami mencari tempat untuk bermalam di
tempat terbuka. Rupanya malam Jum’at Pon ini adalah hari “Raya”-nya Gn
Kmks. Ramainya mungkin malah melebihi keramaian di Kota S. Dan semua
pasangan itu rela “Tidur” bersama di tempat terbuka berjajar-jajar tanpa
sekat pelindung yang membatasi privasi dengan pasangan lain di
sebelahnya. Akhirnya setelah cukup lama mondar-mandir melewati jalan
setapak nan gelap dan di kanan-kirinya bergelimpangan pasangan yang
sedang melakukan “Laku” tidur bersama, kami menemukan tempat yang kami
anggap ’sesuai’ bagi kami.
“Disini saja Dik Wawan.. tempatnya masih longgar” kata Mbak Narsih
sambil melepas gandengannya dan mulai menggelar tikar yang dibawanya. Di
sebelah kanan dan kiriku ada pula pasangan yang sudah terlebih dahulu
menempati kapling mereka. Jadi aku dan Mbak Narsih termasuk datang agak
terlambat. Setelah basa-basi sejenak dengan tetangga kanan-kiri kami pun
rebahan sambil berpelukan dalam gelap di tempat terbuka lagi.
Aku yang masih lugu tak tahu harus berbuat apa. Soalnya seumur-umur baru
kali inilah aku memeluk seorang wanita dewasa. Tanganku diam saja
sementara debar jantungku tak teratur. Mbak Sum yang semula hanya
memeluk, perlahan-lahan mulai mengelus dadaku salah satu pahanya
ditumpangkannya di atas pahaku. Kontan saja batang kemaluanku mengeras..
tapi aku tak berani berbuat apa-apa. Saat itu kurasakan kalau tubuh
bagian bawah Mbak Narsih terbungkus sarung, karena salah satu pahanya
menindih pahaku.
Napasku semakin memburu dan jantungku berdebar kian keras saat ia mulai meraba-raba puting dadaku.
“Dik ikutan masuk sarung aja biar hangat” bisiknya pelan seolah takut terdengar pasangan yang ada di samping kami.
“Ba.. baik Mbak..” Jawabku juga pelan.
Lalu dengan hati-hati sekali aku mulai ikut memasukkan tubuh bagian
bawahku ke sarung yang dipakai Mbak Narsih. Jadi sekarang satu sarung
berdua..!
Aku sangat terkejut saat tubuh bagian bawahku masuk ke dalam sarung.
Ternyata Mbak Narsih tidak memakai selembar ain pun pada tubuh bagian
bawahnya. Celana panjang yang tadi dipakainya sekalian celana dalamnya
rupanya sudah dilepaskannya secara diam-diam saat mengenakan sarung
tadi. Aku jadi serba salah, mau gerak tak berani mau diam kok seperti
ini..! Batang kemaluanku yang dari tadi sudah keras menjadi semakin
keras memberontak dalam celanaku. Apalagi tanpa dapat kucegah tangan
Mbak Narsih mulai meraba-raba batang kemaluanku dari luar celanaku.
Napasku kian memburu mendapat perlakuan seperti itu.
“Ayoo.. pegang dada Mbak.. Dik..” bisik Mbak Narsih dengan napas yang juga sudah mulai memburu.
Aku dengan terpaksa (karena gak kuat menahan napsu..) mulai menggerakkan
tanganku dan meraba-raba dada Mbak Narsih dari luar gaunnya.. Kurasakan
dadanya begitu sekal dan kenyal.. mungkin semua wanita begitu kali ya..
Napas kami semakin memburu tangan kami saling meraba dalam gelap..
(Mungkin.. ini yang dimaksud dengan peribahasa ’sedikit bicara banyak
bekerja’ kali ya..? pinter juga tuh orang yang bikin peribahasa ini..
atau mungkin dia nemu peribahasa gini saat lagi begituan kali!)
Napasku seolah terhenti saat tiba-tiba batang kemaluanku sudah digenggam
Mbak Narsih dan dielus-elus dengan lembutnya.. luar biasa.. benar-benar
pengalaman terhebat yang pernah aku rasakan saat itu! Tubuhku
meliuk-liuk menahan nikmat yang tiada tara saat tangan halus Mbak Narsih
mengurut dan meremas batang kemaluanku.. kedua biji pelirku pun
dielusnya dengan penuh kasih sayang.. aduh makk!
“Mbak.. ahkk..” bisikku pelan-pelan tanpa berani bersuara keras-keras..
“Masukkan tanganmu Dik.. remas tetek Mbak.. ayoo..” bisik Mbak Sum yang menyadarkanku.
Sebenarnya tanpa disuruh pun aku sudah ingin meraba langsung bukit
menggairahkan itu. Segera dengan semangat 45 (Ini kan jamannya
tujuh-belas Agustusan) bak pejuang kita dahulu, aku menyusupkan tanganku
ke dalam kaos ketatnya dari bagian bawah dan mulai mencari-cari bukit
kenyal di dada Mbak Narsih. Tanganku terus meraba dan bergerak liar di
dalam kaus Mbak Narsih dan terpeganglah apa yang kudambakan. Kusibak BH
yang masih menempel dan tanganku bergerak liar di balik BH itu. Begitu
gemas rasanya aku meremas dan meraba (boso jowone “Ngowol”) kedua bukit
kembar itu bergantian.
“Och.. ter.. terushh.. Dikk.. ouch..” Kudengar Mbak Sum berbisik pelan sekali ditelingaku dengan napas yang semakin memburu.
“Ayo lepaskan celanamu itu Dik..” bisiknya lagi.
Dengan hati berdebar keras membayangkan apa yang akan terjadi kuturuti
permintaan Mbak Narsih. Kuhentikan aktivitasku di dada Mbak Narsih dan
melepas celanaku pelan sekali. Soalnya takut ketahuan tetangga di
sebelahku, yang sempat kulirik mereka juga sedang krusak-krusuk sendiri
dalam gelap. Aku tahu itu dari bunyi kain yang bergeser-geser. Setelah
melepas celanaku dan menyimpannya di tas Mbak Narsih aku mulai
beraktivitas lagi.. dan Mbak Narsih juga. Kami saling meraba lagi.
Batang kemaluanku yang sudah sangat keras (dalam bahasa Jawanya ‘ngaceng
berat’) diurut dan diremas dengan lembut oleh Mbak Sum.. menimbulkan
rasa geli yang luar biasa.. Aku sempat tak bisa bernapas merasakan hal
ini..
Tanganku pun sekarang mulai berani bergerak sendiri. Sasaranku sekarang
adalah bagian bawah Mbak Narsih. Dari perutnya yang sudah agak gendut
sedikit tanganku bergeser turun dan tersentuhlah gumpalan rambut pekat
di selangkangan Mbak Narsih.
“Terushh.. Dikk.. hhkk, ya.. itt.. itu..” bisik Mbak Narsih sambil terus menjilat lubang telingaku.
Tanganku terus menyisir celah celah di tengah rimbunan rambut itu yang
sudah basah dan panas. Celah itu kurasakan begitu licin dan basah.. lalu
dengan rasa ingin tahu.. kumasukkan jari ku di tengah-tengah celah
sempit itu. Aku kaget.. karena tiba-tiba jariku seolah tersedot dan
terdorong oleh gerakan celah di selangkangan Mbak Narsih itu. Dengan
naluri alami tanganku mulai meraba dan meng’obok-obok’ selangkangan Mbak
Narsih yang semakin basah. (Jadi bukan cuma Yoshua yang bisa
‘ngobok-obok’ aku juga bisa kok! Hayoo siapa diantara pembaca (cewek
tentunya) yang mau di ‘obok-obok’ silakan kirim e-mail!)
Mbak Narsih semakin kelimpungan saat jari-jariku yang nakal mulai
memasuki liang hangat dan basah di selangkangan Mbak Narsih. Jariku
terus bergerak masuk ke celah-celah hangat dan licin itu hingga sampai
pangkal.. dengan cepat kuhentak tarik keluar.. srett.. Mbak Narsih
hampir memekik kalau tidak buru-buru menggigit leherku saat kutarik
jariku dengan cepat dari jepitan liang kemaluannya. Lalu pelan-pelan
kudorong jariku masuk dalam jepitan kehangatan liang kemaluan Mbak
Narsih, kutarik lagi cepat dan kodorong pelan-pelan.. begitu terus
kulakukan berulang ulang hingga akhirnya Mbak Narsih berkelejat dan
tubuhnya seolah tersentak.
“Ohk.. shh.. akhh” bisik Mbak Narsih sambil terus menggigit keras leherku.
Karena kukira Mbak Narsih merintih kesakitan, spontan kuhentikan gerakan jariku.
“Terush.. Dikk.. ter.. ouch..” rintihnya pelan sekali saat kuhentikan
gerakan jariku di liang hangat diselangkangannya yang semakin licin oleh
lendir yang keluar dari liang kemaluannya.
Mendengar permintaannya, otomatis jariku mulai bergerak semakin liar di
dalam kehangatan liang kemaluan Mbak Narsih yang semakin berlendir dan
licin. Tubuhnya meliuk liuk dan tersentak berkejat-kejat seiring dengan
gerakanku. Gerakannya semakin lama-semakin lemah dan berhenti.. jariku
tetap terjepit kehangatan liang kemaluannya, lalu kedua tangan Mbak
Narsih memegang kedua pipiku dan diciumnya bibirku dengan mesra sekali.
“Kamu pintar Dik..” bisiknya mesra.
“Mbak rasanya seolah mengawang tadi”
“Kukira tadi Mbak Narsih kesakitan.. makanya kuhentikan gerakanku” bisikku
“Enggak.. Mbak enggak sakit kok.. justru nikmat sekali..” bisiknya manja.
“Sekarang biar Mbak yang gantian memuaskan kamu” balasnya.
Kemudian dengan pelan, karena takut ketahuan pasangan di sebelah (Yang
aku yakin juga sedang melakukan hal yang sama dengan kami!) Mbak Narsih
mulai menaiki tubuhku. Dikangkangkannya kakinya dan dipegangnya batang
kemaluanku yang sudah ngaceng berat seperti meriamnya Pak tentara yang
siap menggempur GAM. Lalu digesek-gesekkannya palkonku (kepala kontol
‘palkon’) di celah hangat di selangkangannya yang sudah sangat licin dan
basah.
“Hkk..” napasku seolah terhenti saat batang kemaluanku mulai terjepit erat dalam kehangatan liang kemaluan Mbak Narsih.
Sensasi terhebat dalam hidupku! Dan barangkali inilah awal sejarah
hilangnya keperjakaanku! Yang selanjutnya akan merubah kehidupanku!
(Akan kuceritakan kelak).
Dengan pelan tetapi pasti.. alon-alon asal kelakon.. batang kemaluanku
mulai menyeruak masuk dalam jepitan kehangatan liang kemaluan Mbak
Narsih. Mataku terbeliak menahan nikmat yang tiada tara.. (Mungkin
inilah yang namanya sorga dunia ya?).
“Mbak..” bisikku di telinga Mbak Narsih, “Geli Mbakk”
“Hushh.. diam saja nikmati saja” balas Mbak Narsih mesra.
Aku menggigit bibir menahan nikmat yang tiada tara. Mbak Narsih terus
berkutat di atas perutku, bergoyang dan berputar pelan. Hingga akhirnya
seluruh batang kemaluanku tertelan dalam kehangatan liang kemaluan Mbak
Narsih. Seluruh batang kemaluanku masuk sampai ke pangkalnya sampai
kurasakan palkonku menumbuk sesuatu di dalam sana. Mbak Narsih pun
mungkin merasakan hal yang sama denganku, kutahu itu dari napasnya yang
tersengal-sengal.
Gesekan demi gesekan dari kedua kemaluan kami menghangatkan dinginnya
malam di Gn Kmks itu. Kami sudah tidak peduli lagi dengan
pasangan-pasangan lain di sekitar kami. Yang kami tahu adalah bagaimana
mereguk nikmat dan menuntaskan hasrat yang sudah hampir mencapai
klimaksnya.
Mbak Narsih terus bergerak pelan. Lama-lama gerakannya sudah mulai tidak
teratur dan kurasakan Mbak Sum menggigit leherku lagi. Aku pun hampir
saja berteriak menahan sesuatu yang hampir meledak dari dalam diriku.
Kurasakan dorongan semakin kuat mengehentak bagian bawah perutku.
Gerakan Mbak Narsih semakin tidak teratur dan gigitannya semakin kencang.
“Ouchkk.. Dikk.. Mbak mau kelu.. arrghh” bisiknya sambil tubuhnya mengejat-ngejat di atas perutku.
Akupun sepertinya tidak mampu lagi menahan dorongan yang menghentak dan
akhirnya tanpa dapat kupertahankan jebollah sudah pertahananku. Crrt..
crett.. crett.. crett.. crett.. keluarlah lahar panas dari ujung
palkonku yang membasahi dan menyiram rahim Mbak Narsih. Tubuhku seolah
melayang dan terhentak seperti terkena arus listrik. Kurasakan puncak
sensasi bersetubuh yang ruarr biasa.. Tanganku mencengkeram bongkahan
pantat Mbak Narsih yang masih saja bergerak liar untuk mencoba
menghentikannya. Tetapi semakin erat kutahan semakin liar gerakannya
hingga aku pasrah saja dan menikmati sensasi semampuku.
“Mbak sud.. sudah.. Mbak.. ohh” bisikku di telinganya.
Rupanya saat aku mencapai orgasme tadi Mbak Narsih juga sedang mencapai orgasme sehingga sulit kuhentikan gerakannya.
“Kamu hebat Dikk..” bisiknya mesra sekali.
“Mbak puas sekali..”
Kami masih terus berpelukan beberapa saat. Mbak Narsih masih menindihku
dan batang kemaluanku masih erat terjepit dalam liang kemaluannya. Dan
secara perlahan kurasakan batang kemaluanku mulai terdorong keluar
akibat kontraksi liang kemaluannya..lalu tubuh kami sama-sama tersentak
saat batang kemaluanku terlepas sendiri dari jepitan liang kemaluannya.
Kami saling berpandangan mesra dan tersenyum.. Duh manisnya Mbak Narsih
kalau tersenyum (Aku membatin andai saja Mbak Narsih ini jadi istriku
betapa bahagianya aku).
“Mbak aku kok jadi sayang sekali sama Mbak”.. bisikku mesra.
“Mbak juga kok Dik..” balasnya.
“Nanti kita pulangnya mampir dulu istirahat di losmen di depan stasiun Blp.. mau kan?” lanjutnya.
“Mau dong.. masa mau menolak rejeki” jawabku nakal.
“Memang Mas Gun enggak marah?” tanyaku.
“Enggak kok.. malah dia yang nyuruh aku untuk ke sini melakukan ritual..
malahan dia yang memilihkan pasangannya.. ya Dik Wawan itu” jawabnya
santai.
(Sialan gerutuku dalam hati. Rupanya aku mau dijadikan tumbal
pesugihannya! Tapi biarin dah, yang penting nikmatt). Mulai detik itu
aku berjanji dalam hati akan mengerjai istrinya habis-habisan atas
keputusannya menjadikanku sebagai tumbal pesugihannya. Dan janjiku akan
kubuktikan sebentar lagi.
Pagi sekali, kira-kira jam 04.00 pagi satu per satu pasangan yang telah
menjalani laku gila ini mulai beranjak pulang. Kami pun ikut pulang ke
tempat kami. Dinginnya udara pagi tak kurasakan, karena Mbak Narsih yang
kubonceng memeluk erat tubuhku sepanjang perjalanan. Tubuhku jadi
hangat apalagi dada Mbak Narsih yang kenyal menekan erat punggungku.
Kupacu kendaraanku kencang-kencang takut kesiangan. Sementara Mbak
Narsih tetap erat memelukku dan tangannya tak ketinggalan dimasukkan ke
dalam celanaku dan meremas-remas batang kemaluanku sepanjang perjalanan
itu. Mendapat perlakuan itu, tentu saja adik kecilku bangkit berdiri dan
memberontak seolah hendak menyeruak keluar dari sarangnya. Remasan dan
pelukan Mbak Narsih membuatku melupakan dinginnya udara pagi dan lamanya
perjalanan dari Gml ke kota S yang kira-kira sejauh 30 Km itu.
*****
Selang setengah jam kemudian kami pun sampai ke kota S, dan kami pun
menuju daerah sekitar stasiun Blp untuk mencari penginapan yang “Sesuai”
(sepi dan asoy). Setelah berputar-putar beberapa saat, kami pun
menemukan sebuah losmen yang cukup bersih dan letaknya agak tersembunyi.
Kami memilih kamar yang mempunyai kamar mandi di dalam agar privasi
kami lebih terjaga.
Setelah check in aku langsung masuk kamar mandi dan mulai membuka
seluruh pakaianku untuk mandi. Sementara itu Mbak Narsih langsung
tiduran sambil menonton acara televisi pagi. Sedang asyik-asyiknya
menyabuni tiba-tiba Mbak Narsih masuk kamar mandi dan sudah telanjang
bulat tanpa selembar benangpun yang menutupi tubuhnya yang indah itu.
Aku terpana dan tanpa sadar menghentikan kegiatanku. Mulutku melongo
menyaksikan pemandangan yang terlalu indah untuk dilewatkan begitu saja.
Ya.. walaupun kami pernah bersetubuh, tetapi aku belum pernah melihat
seluruh tubuhnya sejelas ini. Tadi malam kami bersetubuh dalam gelap dan
itupun kami masih terbalut pakaian atas kami masing-masing.
Benar-benar luar biasa pemandangan yang terpampang di hadapanku ini.
Walaupun perutnya agak berlemak, namun keindahan tubuh Mbak Narsih masih
sangat mempesona. Kulitnya yang khas wanita Jawa berwarna sawo matang
tampak mulus tanpa cacat. Rambutnya yang hitam lurus, sebahu panjangnya
tampak indah tergerai. Dan payudaranya yang masih cukup kencang
menggantung indah dengan puting yang mencuat kecoklatan. Sedikit turun
ke bawah bulu-bulu hitam keriting memenuhi gundukan bukit kecil di bawah
perutnya. Luar biasa! Aku sampai melongo dibuatnya. Apalgi tubuhnya
tersorot lampu neon dari kamar tidur dan dari kamar mandi sekaligus..
“Lho.. kok mandinya berhenti?” Tanya Mbak Narsih mengejutkanku hingga membuatku gelagapan.
“Eh.. anu.. eh.. Mbak.. kok ma.. masuk kesini Mbak?” tanyaku gagap dan
otomatis tanganku menutupi batang kemaluanku yang sudah penuh sabun.
“Kenapa emangnya? Apa enggak boleh mandi bareng-bareng?” katanya santai terus dimintanya sabun yang sedang kupegang.
“Sini Mbak mandiin biar bersih!”.
Aku pun mandah saja dan kunikmati elusan tangan Mbak Narsih yang
menyabun seluruh tubuhku. Digosoknya punggungku dengan sabun terus ke
bawah hingga pantatku pun tak lupa digosok-gosoknya. Aku merem melek
menikmati remasan tangan Mbak Narsih di kedua belahan buah pantatku.
“Hayo.. sekarang depannya..” tiba-tiba Mbak Narsih menyuruhku untuk menghadapinya.
Tangannya mengusap leherku terus ke bawah dan beberapa saat memainkan
jarinya di kedua tetekku bergantian. Aku menahan napas ketika tangannya
terus merayap ke bawah dan mulai menyabuni selangkanganku. Diremasnya
batang kemaluanku dengan lembut. Kontan adik kecilku terbangun dan
mengeras seketika.
“Lho.. kok terus kencang?” gurau Mbak Narsih demi melihat batang
kemaluanku berdiri tegak bak petarung yang siap laga. Aku jadi jengah
dan sedikit malu.
“Iya soalnya dia tahu ada lawan mendekat” balasku untuk menghilangkan kekakuan.
“Dia tahu sebentar lagi mau disuruh kerja.. he.. he.. he!” gurauku.
“Ah maunya..!” Mbak Narsih memonyongkan bibirnya.
Aku yang sudah sangat terangsang dengan elusan dan remasan tangannya di
selangkanganku langsung saja memeluknya dan tanpa ba Bi Bu lagi kusergap
bibirnya yangs sedang monyong itu. Kupeluk tubuh telanjangnya dan
dengan ganas kucium bibirnya.
“Mphhf..” Mbak Narsih gelagapan saat bibirnya kuserobot dan tanganku erat memeluknya.
Sambil terus menciumnya tanganku dengan beraninya berkeliaran mengelus
punggung Mbak Narsih dan terus ke bawah ke arah bongkahan pantatnya yang
padat. Kuremas kedua belah buah pantatnya bergantian.
“Dikk.. ohh” Mbak Narsih Cuma bisa melenguh dan menggelinjang dalam dekapanku.
Tangannya semakin liar mengurut dan meremas batang kemaluanku. Aku
sendiri tidak perduli kalau tubuhku masih penuh dengan busa sabun dan
bau keringat Mbak Narsih yang belum mandi sejak kami bersetubuh semalam.
“Dik.. Mbak.. Mbak be.. belum mandi..” napas Mbak Narsih tersengal-sengal saat dengan ganasnya kuciumi lehernya.
“Biar Mbak mandi dulu.. ughh” Mbak Narsih melenguh minta kulepaskan.
Mungkin ia risih dengan bau keringatnya sendiri. Lalu kulepaskan pelukanku. Kusiram tubuh Mbak Narsih dengan air dingin.
“Sini Mbak biar gantian ku mandiin” kuraih sabun yang dipegangnya.
Lalu balik tubuh Mbak Narsih dan kusabun punggungya. Kugosok bagian
punggungnya dan tanganku yang nakal bergeser terus ke bawah. Begitu
tanganku menyentuh bagian pantatnya yang padat tanganku mulai meremas
dengan gemas. Kuelus dan kugosok ke dua belah bongkahan pantat Mbak
Narsih. Setelah puas bermain-main dengan pantatnya, tanganku mulai
menyabun tubuh Mbak Narsih bagian depan. Namun saat itu posisiku masih
dibelakang Mbak Narsih, jadi tanganku menggosok bagian depannya sambil
memeluknya dari belakang. Saking ketatnya pelukanku, tubuh bagian bawah
kami saling menempel ketat. Batang kemaluanku yang sudah sangat keras
tergencet antara bongkahan pantat Mbak Narsih dengan perutku sendiri.
(Pembaca bisa bayangin gimana rasannya). Luar biasa! Apalagi pantat Mbak
Narsih dan batang kemaluanku sangat licin karena penuh busa sabun.
Rasanya syurr.. apalagi Mbak Narsih sengaja menggoyang-goyangkan
pantatnya hingga batang kemaluanku tergesek-gesek. Nikmatt!
Kedua tangan Mbak Narsih diangkat ke atas kepalanya seolah-olah
membiarkanku untuk semakin mudah menggosok kedua payudaranya dari
belakang. Sementara pantatnya yang menggencet batang kemaluanku
sebentar-sebentar digoyang. Aku semakin terangsang hebat dengan
perlakuannya itu. Lalu tanganku kugeser ke arah selangkangannya. Kugosok
gundukan bukit kecil di selangkangan Mbak Narsih yang lebat dengan
rambut. Kusabun dan gundukan bukit itu dengan arah dari atas ke bawah
mengikuti alur celah hangat di selangkangan Mbak Narsih.
“Ouchh.. ter.. rushh Diikk” sekarang Mbak Narsih sudah berani bersuara agak keras karena kami hanya berdua.
Tidak seperti keadaan semalam dimana kami hanya bisa berbisik-bisik
takut ketahuan pasangan lain. Aku semakin semangat bermain-main dengan
bukit kecil di selangkangannya. Tanganku yang jahil sekali-sekali
menusuk masuk ke celah hangat diselangkangannya. Hal ini membuat Mbak
Narsih semakin liar menggerakkan pantatnya. Akibatnya aku sendiri yang
melenguh kenikmatan karena batang kemaluanku tergencet pantatnya yang
licin.
“Akhh.. terr.. ushh..” Mbak Narsih semakin liar menggumam tak karuan saat kukorek-korek liang kemaluannya dengan jariku.
Kumainkan jariku di dalam liang kemaluan Mbak Narsih. Dan Mbak Narsih
semakin meronta dan menggelinjang saat jariku memainkan dan menggosok
tonjolan daging kecil dalam liang kemaluannya. Kepalanya mendongak ke
atas dan mulutnya setengah terbuka menahan nikmat. Kugosok terus dan
sesekali kutarik tonjolan daging itu.
“Terush.. Dikk.. ohh.. ter.. ruushh” Mbak Narsih terus menceracau. Dan
dengan diakhiri lenguhan panjang tiba-tiba tubuhnya mengejang..,
kepalanya terhentak dan tubuhnya meliuk. Mungkin dia mencapai orgasme
saat kumainkan tonjolan daging di selangkangannya.
Kemudian setelah beberapa saat ia terdiam dan matanya terpejam seolah
menikmati sensasi yang baru saja dirasakannya. Setelah napasnya mulai
teratur diraihnya gayung dan disiraminya tubuhnya dan tubuhku dengan
air. Sambil menyirami sisa busa sabun di tubuhku tangannya mengelus dan
mengurut batang kemaluanku yang sudah sangat kencang (Ngaceng
habis-habisan!).
“Dik.. kamu tiduran saja di lantai biar Mbak yang service sekarang” disuruhnya aku berbaring di lantai kamar mandi.
Aku pun menurut saja apa maunya. Kubaringkan tubuhku di lantai kamar
mandi yang dingin, aku saat itu berbaring sambil berdiri pembaca!
Bayangkan berbaring sambil berdiri! Aku memang berbaring.. tapi adik
kecilku berdiri tegak menunjuk langit-langit kamar mandi!
Setelah aku berbaring, Mbak Narsih merangkak di atas tubuhku. Ia duduk
di atas perutku dan mulai mencium keningku. Aku memejamkan mata
merasakan sensasi luar biasa. Antara napsu dan sayang. Napsu soalnya
selangkangan Mbak Narsih yang hangat menempel ketat di atas perutku dan
batang kemaluanku menempel pantatnya. Sayang karena aku seolah-olah
sedang dimanja. Ya aku sedang dimanja karena aku tidak diperbolehkan
bergerak dan disuruh menikmati layanan total yang hendak diberikannya
padaku. Dari keningku perlahan bibirnya bergerak turun dan mulai
menjilati telingaku kanan dan kiri bergantian. Rasa geli yang luar biasa
menerpaku saat lidah Mbak Narsih menyapu-nyapu lubang telingaku.
“Akhh.. Mbaak..” bisikku mesra.
Tubuhnya terus bergeser ke bawah saat bibir Mbak Narsih beranjak turun
ke bibirku. Kami saling memagut dan dorong mendorong lidah. Aku yang
belum berpengalaman ikut saja permainan yang diberikan Mbak Narsih.
Lidahnya menyapu-nyapu lidahku dan kusedot kencang-kencang lidah Mbak
Narsih. Akibatnya tubuh bagian bawahnya yang sekarang menindih batang
kemaluanku semakin ketat menekanku. Rasa hangat menjalar dari batang
kemaluanku yang terjepit gundukan bukit di selangkangan Mbak Narsih yang
kurasakan makin licin.
Sementara bibir kami saling berpagutan, kemaluan Mbak Narsih yang
menjepit kemaluanku digesek-geseknya dengan pelan. Kembali lagi
kurasakan sensasi luar biasa. Betapa tidak.. walaupun batang kemaluanku
belum memasuki lobang yang semestinya namun karena bibir kemaluan Mbak
Narsih sudah sangat licin jadi kemaluanku yang terjepit di antara bibir
kemaluannya dan perutku sendiri seperti diurut. Batang kemaluanku mulai
berdenyut-denyut. Gerakanku sudah mulai liar tak terkendali. Namun
permainan belum berakhir! The game was just begun! Permainan baru
dimulai!
Bibir Mbak Narsih terus menjilat seluruh tubuhku. Leherku sudah basah
oleh liur Mbak Narsih. Dari leher bibirnya terus merangsek ke bawah,
kedua puting dadaku pun habis dipermainkan lidahnya. Dari sini bibirnya
terus ke bawah hingga pusarku pun dijilatinya habis-habisan. Lagi-lagi
sensasi luar biasa menyerbuku saat lidah Mbak Narsih mengais-ngais
pusarku sementara ke dua payudaranya menempel ketat di batang
kemaluanku.! Edann..! Kali ini batang kemaluanku terjepit di
tengah-tengah belahan payudaranya yang kenyal! Sensasi nikmat semakin
meningkat saat tanpa dapat kucegah bibir Mbak Narsih mulai menciumi
batang kemaluanku dari ujung hingga pangkalnya. Gilaa!
“Upff.. Mbaak..” aku setengah memekik saat ujung kemaluanku serasa terjepit benda hangat!
Ternyata batang kemaluanku sedang dikulum Mbak Narsih! Dia mengulum
batang kemaluanku seperti anak kecil yang sedang menjilati ‘magnum’ es
krim yang terkenal itu! Sambil dikocok batang kemaluanku dihisapnya
habis-habisan! Tidak puas menjilat batang kemaluanku, Mbak Narsih mulai
menjilat kantung pelerku (gaber). Ya gaberku! (Gaber adalah bahasa
Banyumas untuk kantong peler - bukan pamannya Donal Bebek). Dikuakkannya
lipatan gaberku dan dijilatinya inci demi inci gaberku itu!
Batang kemaluanku semakin berdenyut kencang. Kocokan tangan Mbak Narsih
pada batang kemaluanku semakin kencang. Sekali lagi batang kemaluanku
jadi bulan-bulanan mulut Mbak Narsih. Dikulumnya lagi batang kemaluanku
yang semakin berdenyut hingga hampir seluruhnya masuk ke dalam mulutnya.
Mataku semakin membeliak menahan sesuatu yang mendesak dari perut
bagian bawahku. Aku mencoba bertahan dengan mencoba memegang kepala Mbak
Narsih agar diam! Namun semaki kencang aku memegang kepalanya, semakin
kencang pula kepalanya bergoyang hingga batang kemaluanku dikocok-kocok
dengan mulutnya.
“Aarghh..” aku melenguh kencang saat aku tak mampu lagi menahan desakan lahar yang menyembur keluar dari ujung kemaluanku!
Crat.. cret.. cret.. crett.. crett hampir lima kali aku menyemburkan air
maniku untuk yang kedua kalinya hari ini! Namun kali ini aku
mengeluarkannya di mulut Mbak Narsih! Tubuhku bergetar dan
mengejat-ngejat. Semakin ketat kutekan kepala Mbak Narsih agar batang
kemaluanku semakin dalam terbenam dalam mulutnya! Akibatnya hampir semua
air maniku tertelan olehnya!
“Bagaimana Dik Wawan?” Tanya Mbak Narsih menggodaku, “Enak?”
“Uf.. luar biasa Mbak” jawabku agak malu dan penuh rasa bersalah karena aku mengeluarkan air maniku di mulutnya.
“Sorry ya Mbak aku.. aku.. kel.. keluar di mulut Mbak..”
“Enggak apa apa Dik..” kata Mbak Narsih yang mencoba menenangkanku.
“Malah Mbak senang bisa buat jamu.. hik.. hik.. hik”.
“Ayo sekarang istirahat dulu..” ajaknya sambil menarikku agar bangkit.
Setelah membersihkan diri dan mengeringkan tubuh kami, kamipun berbaring
di tempat tidur sambil menonton TV berita pagi. Kami masih sama-sama
telanjang bulat dan berpelukan di tempat tidur.
Mungkin karena terlalu mengantuk dan capai setelah semalaman tidak tidur
ditambah ejakulasi dua kali membuatku langsung terlelap. Aku tidak tahu
telah berapa lama tertidur sambil memeluk tubuh telanjang Mbak Narsih.
Aku tersadar saat tubuh bagian bawahku terasa geli.. perlahan kubuka
mataku dan kulihat Mbak Narsih sedang menciumi tubuh bagian bawahku. Aku
diam saja pura-pura tertidur.. padahal si kecil sudah bangun sedari
tadi.
Batang kemaluanku berdenyut-denyut saat seluruh batang kemaluanku masuk
dalam kuluman mulut Mbak Narsih yang hangat dan bergelora. Lidahnya yang
kasar dan panas menyapu-nyapu ujung kemaluanku yang membuatku tak sadar
menggelinjang hingga Mbak Narsih tahu kalau aku hanya pura-pura masih
tidur!
“Rupanya kamu nakal ya!” katanya sambil memencet batang kemaluanku yang sudah sangat keras itu.
“Awas kamu”, ujarnya lagi.
“Adaoww” jeritku manja.
Rasanya sakit tapi enak juga dipencet oleh tangan Mbak Narsih yang halus
itu! Pembaca gak percaya? (Boleh dicoba ntar kuminta Mbak Narsihku
memencet pembaca yang penasaran! Ha.. ha.. ha).
Aku semakin menggelinjang kegelian campur sedikit ngilu saat mulut Mbak
Narsih menyedot buah pelerku kencang-kencang. Geli tapi ngilu.. ngilu
tapi geli.. pembaca bisa bayangin gimana rasanya.. pokoknya campur aduk
deh.. sulit digambarkan dengan kata-kata..
Tiba-tiba Mbak Narsih membalikkan posisinya.. mulutnya masih sibuk
melumat batang kemaluanku tetapi sekarang tubuh bagian bawahnya digeser
ke atas sehingga gundukan bukit di bawah perutnya yang lebat ditumbuhi
bulu hitam sekarang tepat berada di hadapan wajahku. Kedua kakinya
mengangkangi wajahku sehingga jelas kulihat belahan merah jambu segar di
tengah-tengah gundukan itu. Ada bau khas semacam bau cumi-cumi segar
menyeruak lubang hidungku.. oo.. rupanya seperti inikah bau kemaluan
wanita.. seperti bau cumi-cumi.. orang Korea bilang katanya bau Ojingo
atau bahasa kitanya cumi-cumi! Segar dan sedikit amis.. gitu!
Aku yang baru kali ini melihat dari dekat bentuk kemaluan wanita dewasa
menjadi terpesona melihat pemandangan seperti itu. Mengetahui aku diam
saja Mbak Narsih yang tadinya asyik menjilati batang kemaluanku berhenti
melakukan aksinya lalu diturunkannya pantatnya pelan-pelan sehingga
lubang kemaluannya menekan hidung dan mulutku. Aku yang sedang melongo
jadi gelagapan karena tiba-tiba kejatuhan memek! Pas dimulut dan
hidungku lagi! (Pembaca pernah enggak kejatuhan memek? Kalau belum bisa
dicoba suruh aja cewek pembaca ngangkang di atas dan melakukan aksi
seperti itu! Pasti ditanggung kaget tapi nikmat! Ha.. ha.. ha!)
Begitu liang kemaluan Mbak Narsih yang sudah basah dan panas menekan
mulutku otomatis tanpa disuruh bibirku melahap seluruh cairan yang
membasahi liang kemaluan Mbak Narsih.. rasanya.. sedikit agak asin..
Lidahku menyeruak masuk ke dalam liang kemaluan Mbak Narsih hingga
kepala Mbak Narsih terdongak dan pantatnya semakin menekan wajahku.
“Shh.. terusshh Diikk.. ohh” Lidahku terus menerobos liang kemaluannya dan masuk sedalam-dalamnya.
Aku semakin gelagapan susah bernapas karena kemaluan Mbak Narsih begitu
ketat menekan mulut dan hidungku. Tekanan pantatnya semakin ketat saat
tubuhnya meliuk-liuk dan berkejat-kejat saat kusedot tonjolan daging di
sela-sela liang kemaluannya. Mbak Narsih menjerit dan semakin kuat
menekankan pantatnya hingga hidung dan mulutku seolah amblas ditelan
bongkahan liang kemaluannya yang menindihku.
“Upf.. brr..! Karena tak tahan susah bernapas kusembur kencang-kencang
liang kemaluannya hingga menimbulkan bunyi aneh seberti kain robek.
Brrtt..!
“Ihh..” Mbak Narsih menjerit kaget atas kenakalanku itu.
“Awas ya.. entar Mbak balas kamu..” jeritnya manja.
“Abis.. aku enggak bisa bernapas.. Mbak juga sih..” balasku tak kalah
manja sambil meremas-remas bongkahan pantatnya yang sekal dengan gemas.
Mbak Narsih pun membalas aksiku tadi. Kini disedotnya kuat-kuat lubang
saluran kencingku.. aku sempat mengawang merasakan kenikmatan yang tiada
tara ini. Aku pun balas lagi kutekan pantatnya dan kudekatkan bibir
kemaluannya ke mulutku dan mulai mlumat bibir kemaluannya dengan gemas.
Kembali Mbak Narsih menggelinjang dan akhirnya tak tahan sendiri.
“Oh.. su.. sudah diikk..!” desisnya, “Mbak sudah enggak kuat..”
Lantas ia mengubah posisinya. Sekarang kami berhadap-hadapan dan Mbak
Narsih masih di atas tubuhku. Dengan tanggannya batang kemaluanku
dicocokkannya ke liang kemaluannya yang sudah sangat licin. Setelah
tepat kemudian ditekannya pantatnya pelan pelan hingga batang kemaluanku
mulai menyeruak kehangatan liang kemaluannya.
Aku menggigit bibirku agar tidak melenguh. Hingga bless.. hampir seluruh
batang kemaluanku terbenam dalam kehangatan liang kemaluan Mbak Narsih.
Mbak Narsih menghentikan gerakannya dan kami menikmati keindahan
saat-saat menyatunya tubuh kami. Kami saling bertatap pandang dan
tersenyum mesra. Oh.. alangkah mesranya.
“Aku sayang kamu Dikk..” bisik Mbak Narsih di telingaku dengan mesra.
“Aku juga Mbak..” balasku tak kalah mesra.
Kemudian bibir kami saling berpagutan. Lidah kami saling bertaut.
Dengan pelan Mbak Narsih mulai menggoyangkan pantatnya naik turun di
atas tubuhku. Batang kemaluanku semakin kencang tergesek-gesek dalam
jepitan liang kemaluannya. Tanganku tak tinggal diam. Kuremas buah
pantat Mbak Narsih dengan gemas. Semakin lama semakin cepat Mbak Narsih
menggoyangkan pantatnya di atas tubuhku. Mulutnya tak henti-hentinya
mendesis dan merintih. Aku pun mengimbangi gerakannya dengan memutar
pinggulku menuruti instingku. Mbak Narsih semakin liar menggoyangkan
pantatnya dan mulutnya semakin kencang merintih.
“Ouch.. terushh.. Diikk..” mulutnya terus merintih.
“Mbak mau kell.. oohh..” belum habis ia bicara ternyata Mbak Narsih sudah sampai ke puncak pendakiannya.
Tubuhnya meliuk dan berkejat-kejat bak terkena aliran listrik yang
dahsyat. Aku pun semakin kencang memutar pantatku mengimbangi gerakannya
dan terdorong keinginan untuk memuaskan hasrat wanita yang kusayangi
ini.
“Kamu.. hebb. bathh..” bisik Mbak Narsih mesra.
Beberapa kali ia menggelepar di atas tubuhku dan akhirnya tubuhnya
ambruk di atas perutku. Ia terdiam beberapa saat. Kubiarkan Mbak Narsih
untuk menikmati keindahan yang baru diperolehnya. Aku yang sudah dua
kali mengeluarlan air mani selama satu malam itu merasa belum apa apa.
Setelah napasnya mulai teratur kubisikkan agar Mbak Narsih mengubah
posisi. Sekarang kuminta Mbak Narsih tengkurap di ranjang dan kujulurkan
kedua kakinya ke lantai hingga pantatnya yang indah menungging di tepi
tempat tidur. Perutnya kuganjal dengan bantal hingga posisi
menunggingnya agak tinggi. Indah sekali pemandangan yang terpampang di
hadapanku.
Betapa tubuh telanjang Mbak Narsih dengan pantatnya yang indah tengkurap
dengan posisi menungging. Kunikmati pemandangan ini beberapa saat
hingga Mbak Narsih mengomel manja.
“Ayo.. tunggu apa lagi” dia mengomel dengan manja.
Aku pun menempatkan posisiku tepat di belakangnya. Dengan berdiri
kucocokkan batang kemaluanku ke liang kemaluannya dari arah belakang.
Kugesek-gesek liang kemaluannya dengan kepala batang kemaluanku agar
licin. Setelah licin, dengan pelan kutekan batang kemaluanku hingga
menyeruak liang kemaluan Mbak Narsih. Beberapa kali kukocok batang
kemaluanku sebelum kubenamkan seluruhnya.
Mbak Narsih mulai mendesis dan dengan pelan mulai menggoyangkan
pantatnya mengimbangi gerakanku. Setelah beberapa kali kocokan dengan
sekuatnya kutekan pantatku hingga seluruh batang kemaluanku amblas ke
dalam liang kemaluan Mbak Narsih.
Kepala Mbak Narsih terdongak saat tulang kemaluanku beradu dengan
pantatnya. Plok.. plok.. plok terdengar bunyi beradunya tulang
kemaluanku dengan pantatnya hingga menimbulkan gairah tersendiri bagiku.
Apalagi mulut Mbak Narsih kembali mendesis dan merintih saat batang
kemaluanku mengocok liang kemaluannya. Aku semakin bersemangat memacu
dan mengayunkan batang kemaluanku dalam jepitan liang kemaluannya.
Mbak Narsih semakin liar menggoyangkan pantatnya membuat mataku
terbeliak menahan nikmat. Karena dengan gerakannya itu batang kemaluanku
seolah-olah diremas-remas dan dipelintir. Kutekan pantat Mbak Narsih
agar tidak terlalu kencang berputar. Aku bisa menahan napas lega begitu
aku dapat mengontrol diriku agar tidak terbawa permainan Mbak Narsih.
Aku ingin berlama-lama merendam batang kemaluanku dalam jepitan
kehangatan liang kemaluannya. Aku tidak ingin cepat-cepat selesai.
“Ayoo.. kok pelan..” protes Mbak Narsih begitu aku memperlambat tempo.
Pantatnya semakin kencang. Kembali ia memutar pantatnya semakin lama
semakin cepat hingga aku kembali merasakan desakan yang sangat dahsyat
menekan dari perut bagian bawahku. Aku harus berusaha keras menahan
desakan yang menggelegak dan kembali kutekan pantat Mbak Narsih agar
tidak terlalu cepat berputar.
Batang kemaluanku yang terjepit dalam kehangatan liang kemaluannya
seolah-olah terpelintir dan terjepit kian erat. Ujung kemaluanku terasa
berdenyut-denyut seperti mau meledak. Semakin lama denyutan di ujung
batang kemaluanku semakin kuat. Apalagi pantat Mbak Narsih bukan hanya
berputar, tetapi sesekali diselingi dengan gerakan maju mundur mengikuti
ayunan pantatku. Rasanya aku sudah tidak kuat lagi untuk mengeluarkan
air maniku.
“Akhh.. Mbaak.. aku.. aku.. ma..” napasku kian tersengal hampir tak kuat lagi menahan gejolak.
Mbak Narsih semakin liar memutar pantatnya. Payudaranya
berguncang-guncang seiring dengan gerakan tubuhnya yang liar. Suara
beradunya pantat Mbak Narsih dengan tulang kemaluanku semakin keras
bercampur dengan deru dengusan napas dan rintihan kami.
Aku semakin cepat mengayunkan pantatku maju mundur disambut dengan
gerakan meliuk dan maju mundur pantat Mbak Narsih. Gerakanku semakin tak
teratur saat desakan yang sudah tak mampu lagi ku bendung meledak.
Ujung batang kemaluanku berdenyut kian kencang dalam jepitan liang
kemaluan Mbak Narsih.
“Arghh..” aku melenguh kuat.
Mataku terbeliak dan tubuhku tersentak seperti terkena aliran listrik.
Kucengkeram buah pantat Mbak Narsih dan kutekan dengan kuat hingga
batang kemaluanku semakin dalam menghunjam ke dalam liang kemaluannya.
Crat..! crat.. crat.. crat.. cratt.. Hampir lima kali kusemburkan air
maniku kedalam rahim Mbak Narsih.
“Ouch.. shh..” Mbak Narsih pun rupanya mengalami orgasme pada saat yang bersamaan denganku.
Tubuhnya meliuk dan ikut berkelejat dan beberapa saat kemudian tubuh
kami ambruk. Batang kemaluanku masih terjepit erat dalam liang kemaluan
Mbak Narsih. Kubiarkan saja batang kemaluanku di sana. Aku rasanya sudah
tak punya tenaga untuk menariknya. Kutindih tubuh telanjang Mbak Narsih
yang masih nungging di atas tempat tidur empuk itu. Kami sama-sama
mengatur napas setelah berpacu dalam nikmat (Mirip acarany Mas Koes
Hendratmo aja Cuma dia bikinnya ‘Berpacu dalam Melody’ Ha.. ha.. ha!)
Kami sama-sama terdiam. Kupeluk tubuh Mbak Narsih. Tubuh kami sama-sama
basah dengan keringat. Aku masih sempat merasakan liang kemaluan Mbak
Narsih berdenyut-denyut menjepit batang kemaluanku yang sengaja tidak
kulepas. Perlahan-lahan batang kemaluanku mulai terdorong keluar oleh
denyutan liang kemaluan Mbak Narsih.
Plop.. akhirnya batang kemaluanku terlepas dari jepitan liang kemaluan
Mbak Narsih dengan sendirinya. Kugigit ujung telinga Mbak Narsih sebagai
ungkapan rasa sayangku. Kami bertatapan dan saling tersenyum mesra.
“Kamu cepat pintar.. sayang” bisik Mbak Narsih mesra.
“Siapa dulu dong instrukturnya..” balasku sambil mencium bibirnya.
Kembali bibir kami saling bertautan. Batang kemaluanku yang baru saja
‘terlempar’ keluar dari liang kemaluan Mbak Narsih mulai berlagak lagi.
Perlahan namun pasti ia mulai mengeras. Gila! Baru berdekatan aja sudah
bertingkah. Mungkin capai dengan posisi nungging, Mbak Narsih pun
menggulingkan tubuhnya dan kini kami saling menindih dengan posisi
saling berhadapan lagi. Bibir kami masih tetap saling melumat dan lidah
kami pun saling dorong mendorong.
Batang kemaluanku yang sudah keras kembali menempel ketat pada gundukan
di selangkangan Mbak Narsih yang hangat dan mulai basah lagi. Tanganku
pun tak mau diam. Kedua payudara Mbak Narsih yang sekal menjadi
bulan-bulanan tanganku yang sibik remas sana remas sini, raba sana raba
sini..
Mendapat perlakuanku yang agak kasar, tubuh Mbak Narsih menggelinjang di
bawah tindihan tubuhku. Napasnya mulai memburu. Lalu tangannya
mencari-cari dan akhirnya terpeganglah batang kemaluanku yang sudah
sempurna dan siap tempur. Dibimbingnya batang kemaluanku ke celah-celah
di selangkangannya dan digesek-gesekannya di celah hangat dan sempit
itu. Setelah licin tiba-tiba kedua tangan Mbak Narsih memegang pantatku
dan ditariknya hingga batang kemaluanku kembali menghunjam liang
kemaluannya dan bersarang di sana.
Kembali kami mengulang persetubuhan kami. Entah berapa babak kami
bertempur hari itu. Kami baru pulang ke rumah kami masing-masing setelah
waktu check out habis, antar jam 1 atau jam 2 siang itu. Kami pun
berjanji akan meneruskan ritual di Gn Kmks malam Jum’at berikutnya.
*****
Sampai disini dulu kisahku. Kelak akan kuceritakan pengalaman lain
dengan Mbak Narsihku. Untuk itu mohon pembaca sedikit bersabar..